Memasuki usia ke-80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Wakil Ketua DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), dr. Zamir Alvi, SH, MH.Kes, menilai bangsa ini masih terjebak dalam ilusi kemerdekaan.
Menurutnya, kemerdekaan bukan hanya sekadar terbebas dari penjajahan fisik, tetapi juga harus mampu melepaskan rakyat dari ketimpangan sosial, kebodohan, dan korupsi sistemik.
“Ironisnya, setelah 80 tahun merdeka, masalah-masalah struktural yang sama masih membayangi bangsa ini. Kesenjangan sosial semakin nyata, kualitas pendidikan dan layanan kesehatan masih timpang antar daerah, dan keadilan hukum kerap berpihak pada yang kuat,” ujar Zamir dalam keterangannya, Jumat (22/8/2025).
Zamir juga menyoroti praktik demokrasi yang kerap melenceng dari semangat sejatinya. Demokrasi yang semestinya menjadi wadah suara rakyat, kata dia, sering kali berubah menjadi panggung elite politik.
“Nasionalisme kini seringkali dibungkus retorika semu. Kritik terhadap negara kerap dibungkam atas nama stabilitas, padahal kritik adalah nafas dari demokrasi yang sehat,” tambahnya.
Selain itu, Zamir menilai glorifikasi sejarah dan pencitraan pembangunan masa depan yang tidak realistis justru mempertegas ilusi tersebut. Menurutnya, Indonesia terlalu sibuk mengagungkan tokoh masa lalu tanpa benar-benar mewarisi semangat perjuangan mereka.
Meski begitu, ia menegaskan harapan belum sirna. Kemerdekaan harus dimaknai sebagai proses berkelanjutan menuju masyarakat yang adil, sejahtera, dan merdeka dalam berpikir.
“Delapan puluh tahun seharusnya cukup bagi bangsa ini untuk belajar dari masa lalu. Kemerdekaan bukan sekadar slogan atau seremoni tahunan, melainkan harus hadir dalam kebijakan yang berpihak dan keadilan yang merata,” tegas Zamir.
Ia menutup dengan peringatan, jika ilusi ini terus dipertahankan, maka usia 80 tahun Indonesia tidak akan mencerminkan kemajuan, melainkan hanya perjalanan panjang dalam bayang-bayang semu.
